Uckit-Sang-Pencerah - Jakarta : Banjir terus menghantui warga Jakarta. Hujan lebat diprediksi kembali mengguyur Ibu Kota pada 27 Januari 2013. Padahal, banjir yang terjadi sejak Kamis pekan lalu masih menggenangi sejumlah wilayah Jakarta.
"Kami sudah membahas mengenai kondisi ini. Ada potensi kenaikan curah hujan pada akhir pekan ini," kata Kepala Sub-bidang Cuaca Ekstrem BMKG, Kukuh Rubidianto, Kamis 24 Januari 2013.
Selain curah hujan, kekhawatiran juga disebabkan naiknya ketinggian air laut di pantai utara Jakarta. Kondisi itu dipengaruhi oleh posisi bulan pada bumi. Saat ini, air laut di utara Jakarta sudah naik dengan ketinggiannya sekitar 1 meter.
"Air pasangnya sudah terjadi pada 23 Januari kemarin, diprediksi akan terjadi hingga 27 Januari," kata Kukuh. Meluapnya air laut ini dipastikan menghambat pembuangan air hujan.
Kukuh mengimbau warga yang tinggal di pesisir pantai harus meningkatkan kewaspadaan. "Tingkatkan kewaspadaan, pesisir pantai akan tergenang. Secara umum hujan ringan dan sedang dan cenderung meningkat pada malam dan dini hari," katanya lagi.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, melakukan persiapan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementrian Pekerjaan Umum untuk menyikapi prediksi banjir besar pada 27 Januari itu. "Persiapan-persiapan dari skenario terburuk, harus diantisipasi," kata Jokowi.
Dia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan berhati-hati menghadapi semua kemungkinan terburuk dari banjir tersebut. "Tetapi semoga tidak terjadi. Kami sudah rapat dengan PU, yang berkaitan dengan air kan Kementrian PU," ujar Jokowi.
Seberapa besar
Meski diprediksi akan turun hujan lebat, Kukuh memprediksi tidak akan terjadi banjir besar seperti pada Kamis pekan lalu. Sebab, hujan yang diperkirakan turun dengan lebat pada tanggal tersebut diprediksi tidak merata.
Wilayah yang diperkirakan mengalami hujan lebat antara lain kawasan Depok dan wilayah utara Jakarta. "Sementara, daerah lain di Jabodetabek diprediksi akan turun hujan ringan hingga sedang pada tanggal tersebut," kata Kukuh.
Selain itu, dia menambahkan, hujan pada 27 Januari itu juga belum tentu menyebabkan banjir parah seperti sebelumnya. "Sebenarnya kami tidak prediksi banjir. Namun, untuk daerah yang sudah jadi langganan banjir tetap harus waspada, apalagi di wilayah utara Jakarta ada rob (pasang laut)," kata dia.
"Apakah akan menyebabkan banjir besar seperti Kamis yang lalu, mungkin tidak sampai separah itu, kecuali ada tanggul jebol."
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan kecil kemungkinan Jakarta banjir besar pada 27 Januari mendatang. Menurut dia, pada 27 Januari mendatang memang akan ada air laut pasang mulai pukul 05.00 WIB dan mencapai puncak pukul 08.00-10.00 WIB. "Setinggi 1 meter dari normalnya," kata dia.
Tapi, tambah dia, ketinggian itu bukan pasang maksimum. Pasang maksimum justru terjadi pada 24-25 Januari yang lalu dengan ketinggian 1,1 meter. "Pada 26-28 Januari berkisar 1 meter," jelas pria yang juga merupakan profesor di bidang hidrologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini.
Selain itu, siklon tropis tidak ada di selatan Indonesia. "Indeks cold surge (seruak dingin) di Hongkong juga tidak terdeteksi. Jika ada, maka akan ada perambatan cold surge ke daerah selatan ekuator yang terjadi setelah 4-6 hari. Kemudian Pulau Jawa akan mengalami curah hujan yang besar," jelas Sutopo.
Demikian pula indeks Madden Julian Oscillation (MJO) yang negatif. Sutopo menjelaskan, MJO adalah sebuah osilasi yang berperiode 40-50 hari, yang dalam beberapa kasus bisa melebar menjadi 30-60 hari. "Gugus awan konveksi diproduksi di atas Samudera Hindia (sebelah barat Indonesia) kemudian bergerak ke arah timur di sepanjang ekuator untuk menempuh satu siklus putar dengan periode 40-50 hari."
Dengan 3 faktor iklim tersebut, Sutopo menilai, kecil peluangnya curah hujan ektrem terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti halnya curah hujan tahun 2007 yang menyebabkan banjir besar di Jakarta.
Rekayasa Langit
Meski demikian, pemerintah tetap melakukan antisipasi terhadap kemungkinan banjir seperti yang diprediksi itu. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan sejumlah lembaga terkait akan menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau "rekayasa langit" untuk mengurangi tingginya curah hujan yang diprediksi bakal terjadi di Jakarta.
Rekayasa cuaca yang mulai dilakukan pada Sabtu hingga kondisi cuaca di langit Ibu Kota cerah. Tujuannya, untuk mengurangi risiko banjir di Ibu Kota. "Kami akan mengkondisikan awan yang akan masuk maupun yang berada di wilayah Jakarta," kata Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT, Tri Handoko Seto, kepadaVIVAnews.
Menurut dia, awan yang akan masuk ke wilayah Ibu Kota akan dipercepat menjadi hujan. Awan dari luar yang menuju Jakarta akan ditaburi bahan semai (zat yang bisa mengubah awan menjadi hujan). "Kami taburi bahan semai dari pesawat Herciles TNI, sehingga awan itu cepat menjadi hujan dan tidak terjadi di wilayah Jabodetabek," kata dia. Selain itu, metode ini juga bisa menggunakan Ground Base Generator (GBG).
Sementara, awan yang tumbuh di atas wilayah Jakarta juga akan direkayasa. Awan di atas Ibu Kota akan dibuat supaya tidak menjadi hujan. "Kita taburi partikel halus yang bisa membuat awan berpendar dibawa angin menjauh dari atas Jakarta," kata dia.
Tri Handoko mengatakan, metode-metode itu telah diuji coba di sejumlah negara dan berhasil. Sementara, di Indonesia, rekayasa serupa pernah dilakukan di Palembang, Sumatera Selatan, pada saat pagelaran SEA Games. "Pengalaman di Jakabaring, karena cakupannya kecil, bisa mengurangi curah hujan sekitar 80%. Tetapi untuk Jakarta yang lebih luas, target kami hanya 30%, syukur kalau lebih," katanya.
BEGINI CARA BPPT MEMANIPULASI CUACA
Seorang bocah menatap Monas saat cuaca ekstrem di Jakarta |
Uckit-Sang-Pencerah - Jakarta : Demi mengurangi curah hujan di DKI Jakarta dan sekitarnya, BPPT dan BNPB meluncurkan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Kepala BPPT, Marzan Azis Iskandar menjelaskan cara kerja TMC adalah dengan menyemai awan yang berpotensi hujan di wilayah hulu dengan bubuk garam (NaCl). Sehingga awan ini akan turun hujan sebelum memasuki wilayah DKI Jakarta.
Atau awan yang terbawa angin dan turun hujan di Jakarta mengandung curah hujan yang sedikit. Diperkirakan dengan penyemaian awan, curah hujan dapat berkurang hingga 30 persen.
Kepala BPPT, Marzan Azis Iskandar menjelaskan cara kerja TMC adalah dengan menyemai awan yang berpotensi hujan di wilayah hulu dengan bubuk garam (NaCl). Sehingga awan ini akan turun hujan sebelum memasuki wilayah DKI Jakarta.
Atau awan yang terbawa angin dan turun hujan di Jakarta mengandung curah hujan yang sedikit. Diperkirakan dengan penyemaian awan, curah hujan dapat berkurang hingga 30 persen.
"Redistribusi curah hujan ini adalah upaya manusia mengintervensi terhadap proses yang terjadi dalam sel awan atau lingkungannya di sekitar wilayah Jakarta yang berpotensi banjir," ujar Marzan saat ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Sabtu (26/1).
Setelah banjir yang melumpuhkan Jakarta pada 17 Januari, marak pemberitaan yang mengatakan pada 27 Januari nanti Jakarta akan tenggelam.
Asumsinya adalah semakin tinggi curah hujan yang berbarengan dengan tingginya muka air laut, akibat pasang surut yang tinggi pada tanggal tersebut. Bahkan, diprediksi banjir besar akan terjadi melebihi banjir 2007.
Musim hujan diperkirakan akan berlangsung mulai pertengahan Januari sampai pertengahan Februari. Dan TMC menjadi salah satu upaya meminimalisir tingginya curah hujan yang bisa menyebabkan banjir.
TMC merupakan hal yang lazim dilakukan di negara-negara lain dan bukan hal baru. Sebelumnya, teknologi ini pernah sukses dilakukan mencegah hujan di Stadion Jakabaring saat Sea Games 2011 di Palembang.
Laksamana I Widodo yang mewakili Panglima TNI AL mengatakan siap mendukung kegiatan ini sepenuhnya. Empat pesawat disiapkan dalam operasi ini, yakni satu Hercules, satu pesawat jenis Cassa milik TNI AL, satu Cassa milik TNI AD dan satu Cassa milik BPPT. Selain itu 7.000 personel TNI yang terdiri dari tiga angkatan juga disiagakan.
Peluncuran TMC itu digelar di di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Sabtu (26/1). Acara tersebut juga dihadiri Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto.
Asumsinya adalah semakin tinggi curah hujan yang berbarengan dengan tingginya muka air laut, akibat pasang surut yang tinggi pada tanggal tersebut. Bahkan, diprediksi banjir besar akan terjadi melebihi banjir 2007.
Musim hujan diperkirakan akan berlangsung mulai pertengahan Januari sampai pertengahan Februari. Dan TMC menjadi salah satu upaya meminimalisir tingginya curah hujan yang bisa menyebabkan banjir.
TMC merupakan hal yang lazim dilakukan di negara-negara lain dan bukan hal baru. Sebelumnya, teknologi ini pernah sukses dilakukan mencegah hujan di Stadion Jakabaring saat Sea Games 2011 di Palembang.
Laksamana I Widodo yang mewakili Panglima TNI AL mengatakan siap mendukung kegiatan ini sepenuhnya. Empat pesawat disiapkan dalam operasi ini, yakni satu Hercules, satu pesawat jenis Cassa milik TNI AL, satu Cassa milik TNI AD dan satu Cassa milik BPPT. Selain itu 7.000 personel TNI yang terdiri dari tiga angkatan juga disiagakan.
Peluncuran TMC itu digelar di di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Sabtu (26/1). Acara tersebut juga dihadiri Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto.
BPPT MEREKAYASA AWAN AGAR HUJAN TAK TURUN
Seorang pekerja dari BPPT tengah memasang alat pantau cuaca dikawasan Monas, Jakarta, (17/1). Alat tersebut guna memantau secara langsung perebahan cuaca yang terjadi. |
Uckit-Sang-Pencerah - Jakarta : Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan, Tri Handoko Seto, mengatakan, ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mengindari hujan turun di Jabodetabek.
Pertama, tim akan menyemai zat sejenis garam yang dapat mempercepat turunnya hujan pada awan yang jenuh dengan uap air. "Sebisa mungkin awan dijadikan hujan di laut sehingga tak sampai ke Jabodetabek," katanya ketika dihubungi Jumat, 25 Januari 2013.
Cara kedua, yaitu dengan menyemai zat yang dapat mencegah awan berubah menjadi hujan, jika awan terlanjur sampai ke atas wilayah Jabodetabek. Cara ini bisa dilakukan lewat pesawat maupun menara. Metode ini sudah pernah digunakan untuk mengatur cuaca saat persiapan dan penyelenggaraan SEA Games 2011 di Palembang.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan menguji coba modifikasi cuaca di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada hari ini, Sabtu, 26 Januari 2013. Modifikasi dilakukan untuk mencegah banjir akibat hujan berintensitas tinggi yang turun di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Uji coba modifikasi cuaca itu rencananya dilakukan pada Sabtu siang dengan menggunakan pesawat Hercules milik TNI.
Tri Handoko memperkirakan, proses modifikasi cuaca ini akan memakan waktu selama dua sampai tiga jam. Pesawat Hercules juga mampu menampung banyak zat semai sehingga bisa digunakan untuk 5-10 awan. "Tetapi, karena kebanyakan awan saat ini berlapis atau saling menyambung, bisa kurang dari itu," katanya.
BPPT belum bisa memastikan biaya yang diperlukan untuk memodifikasi cuaca. "Tergantung berapa lama kegiatan ini berlangsung. Dananya akan ditanggung BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)," kata Tri Handoko.
Yang jelas, menurut dia, biaya modifikasi ini lebih murah ketimbang kerugian yang timbul akibat banjir. "Pada 2007 saja, banjir Jakarta menimbulkan kerugian hingga Rp 5 triliun," katanya.
Sumber : KLIK DISINI, KLIK DISINI, KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar