Bendera AS Israel
(U-S-P), Kehadiran presiden baru Mesir, Mohammed Moursi, menghadirkan harapan pada masyarakat negeri ini untuk mempertimbangkan kembali kesepakatan damai dengan Israel, Camp David, semakin meningkat.
Hampir sebagian besar rakyat Mesir menentang perjanjian yang ditandatangani di Kairo dan Tel Aviv pada 1979 tersebut. Namun mereka tak bisa berkutik pada era Anwar Sadat dan Hosni Mubarak.
"Mursi pasti akan membantu perjuangan Palestina untuk mencapai kemerdekaan. Masyarakat Mesir dari dulu sebenarnya ingin membantu Palestina, namun mereka dipermainkan oleh presiden sebelumnya yakni Anwar Sadat dan Husni Mubarak," ujar pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia Prof Zainuddin Djafar di Jakarta.
Selama ini, kata dia, kedua mantan presiden tersebut dilindungi oleh AS --yang merupakan sekutu dekat Israel-- atas praktik KKN yang dilakukan mereka.
Tak heran, kemenangan Mursi membuat khawatir para pejabat Israel karena akan mengakhiri perjanjian damai (Camp David) antara Mesir dan Israel, dan mengancam hubungan ekonomi kedua belah pihak.
Bahkan media Israel mengabarkan kemenangan Moursi sebagai suatu "perkembangan berbahaya" bagi Israel.
"Amerika Serikat dan Israel sebenarnya tidak terlalu senang dengan kemenangan kaum fundamentalis di Mesir. Tapi mereka tidak bisa berbuat banyak, mau tidak mau mereka akan melakukan pendekatan positif."
Dia memperkirakan untuk tahap awal Mursi baru akan "bermain" di dalam negeri, yakni melakukan konsolidasi dengan menggandeng semua pihak termasuk musuh-musuhnya. Baru setelah itu, aktif dalam politik luar negeri.
Hal itu terasa mafhum, mengingat pilpres Mesir dilakukan di tengah iklim politik setempat yang menghangat akibat pembubaran parlemen yang kontroversial lewat Keputusan Mahkamah Konstitusi pada 14 Mei lalu, atau hanya dua hari menjelang Pilpres.
"Kemenangan Mursi ini cukup mengejutkan. Banyak pengamat yang tidak memperkirakan sebelumnya," kata Zainuddin.
Sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar