Seorang wanita pengungsi Rohingya menangis sambil menggendong bayinya.
(Uckit-Sang-Pencerah) , TEHERAN -- Pemerintah Iran menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap pembantaian atas etnis Muslim Rohingya di Myanmar.
Iran mendesak semua pihak untuk menghentikan kekerasan yang terjadi di negara Asia Tenggara itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast mengatakan, langkah cepat dan serius harus segera diambil oleh pemerintah Myanmar, komunitas internasional, dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk mengakhiri penderitaan etnis Rohingya.
"Pemerintah Myanmar hendaknya menyiapkan landasan solidaritas, kesatuan nasional dan hak-hak Muslim di negeri itu. Landasan ini juga untuk mencegah adanya kekerasan dan bencana kemanusiaan di masa mendatang," kata dia seperti dilansir Press TV, Senin (16/7).
Mehmanparast menegaskan, kebebasan memeluk agama dan saling menghormati antar pemeluk agama diakui oleh seluruh kelompok pemikiran. Karena itu, semestinya minoritas etnis maupun relijius berhak menikmati hak-hak mereka sebagai warga sipil.
Berdasarkan laporan lembaga independen yang berbasis di Inggris, sejak 10 hingga 28 Juni lalu, sedikitnya 650 warga etnis Rohingya tewas dalam kekerasan. Selain itu, 1200 warga dilaporkan hilang dan sekitar 80 ribu lainnya terpaksa kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke luar negeri dan daerah-daerah perbatasan.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui Rohingya sebagai warga negara. Mereka menganggap etnis Rohingya sebagai imigran gelap dan bukan penduduk asli meski telah tinggal di negeri itu sejak beberapa generasi lalu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast mengatakan, langkah cepat dan serius harus segera diambil oleh pemerintah Myanmar, komunitas internasional, dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk mengakhiri penderitaan etnis Rohingya.
"Pemerintah Myanmar hendaknya menyiapkan landasan solidaritas, kesatuan nasional dan hak-hak Muslim di negeri itu. Landasan ini juga untuk mencegah adanya kekerasan dan bencana kemanusiaan di masa mendatang," kata dia seperti dilansir Press TV, Senin (16/7).
Mehmanparast menegaskan, kebebasan memeluk agama dan saling menghormati antar pemeluk agama diakui oleh seluruh kelompok pemikiran. Karena itu, semestinya minoritas etnis maupun relijius berhak menikmati hak-hak mereka sebagai warga sipil.
Berdasarkan laporan lembaga independen yang berbasis di Inggris, sejak 10 hingga 28 Juni lalu, sedikitnya 650 warga etnis Rohingya tewas dalam kekerasan. Selain itu, 1200 warga dilaporkan hilang dan sekitar 80 ribu lainnya terpaksa kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke luar negeri dan daerah-daerah perbatasan.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui Rohingya sebagai warga negara. Mereka menganggap etnis Rohingya sebagai imigran gelap dan bukan penduduk asli meski telah tinggal di negeri itu sejak beberapa generasi lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar