Menteri BUMN Dahlan Iskan melakukan uji coba mobil listrik jenis city car karya perancang Dasep Ahmadi di Jalan Raya Jatimulya, Depok, Jabar, Senin (16/7). Mobil listrik yang berdaya baterai lithium ion sebanyak 36 buah dengan kapasitas baterai mencapai 21 kWh mampu berjalan hingga sejauh 130 kilometer dengan sekali pengisian. (FOTO ANTARA/Andika Wahyu)
Jakarta (Uckit-Sang-Pencerah) - "Mogok lagi ya Pak?" tanya seorang wartawan melalui SMS. Rupanya, sekitar pukul 17.00 itu twitter sudah ramai berkicau bahwa ujicoba hari kedua Mobil Listrik Ahmadi ini mogok lagi. Bukan main senangnya mereka yang berharap proyek mobil listrik ini gagal.
Maka untuk menambah kegembiraan itu, saya pun menjawab sekenanya: Mogoooooook! Hehehe!
Saat itu sebenarnya ujicoba belum dimulai. Jam-jam itu (Selasa, 17 Juli 2012) saya masih bersama wartawan di restoran di Depok, 2 km dari workshop milik Dasep Ahmadi. Ujicoba baru akan dimulai pukul 19.00. Memang, awalnya ujicoba dilakukan pukul 15.00. Yakni setelah saya kembali dari mengikuti Bapak Presiden SBY menghadiri HUT GP Ansor di Solo.
Begitu tiba di Depok, Jabar ternyata mobil belum siap. Belum mulai di-charge. Bahkan belum bisa di-charge. Masih ada persoalan yang belum terpecahkan: mengapa charging-nya tidak berfungsi. Beberapa teknisi (anak-anak lulusan SMK, D-3, dan Madrasah Aliyah) masih mencari-cari di mana kabel yang tidak nyambung. Dasep Ahmadi, pencipta mobnas listrik ini, terlihat batuk-batuk kecil. Wajahnya kusut dan rambutnya berantakan.
Kelihatan sekali Dasep kurang tidur. Sudah seminggu memang Dasep dan anak-buahnya begadang siang-malam.
Mereka terus mencari penyebab ‘mogoknya’ mobil listrik ini di ujicoba hari pertama. Sungguh penasaran: mengapa Mobnas Listrik Ahmadi ini tiba-tiba kehilangan power justru ketika perjalanan sejauh 50 km itu tinggal kurang 1 km lagi.
Memang perjalanan itu akhirnya tiba juga di pintu masuk gedung BPPT Jakarta tujuan akhir perjalanan. Namun 1 km terakhir itu (antara Bundaran Hotel Indonesia ke BPPT) dilakukan dengan sangat pelan dan beberapa kali terhenti.
Syukurlah, pengecekan satu per satu kabel yang banyak itu akhirnya menemukan penyakit yang dicari: ada sambungan kabel menuju accu yang ternyata tidak nyambung. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Tidak nyambungnya itu tidak gampang dilihat karena connecting-nya di dalam box kecil.
Pantas listrik untuk ujicoba hari pertama itu hanya cukup untuk dari Depok ke bundaran Hotel Indonesia. Pantas untuk bisa menyelesaikan sisa 1 km terakhir itu harus berhenti dulu beberapa saat. Ternyata charging malam menjelang ujicoba pertama itu tidak bekerja. Berarti uji coba hari pertama itu hanya menggunakan sisa setrum yang lama.
Tentu itu bukan masalah yang besar. Bahkan amat sepele. Begitu connector-nya diberesin, charging bisa dilakukan lagi. Jreng! Charging berjalan lancar. Aliran listrik masuk ke dalam accu dengan derasnya.
Sambil menunggu pengisian listrik itulah kami menuju restoran dengan perasaan lega. Bahwa di twitter sudah beredar mobnas mogok lagi, saya anggap sebagai lauk santap sore.
Lantaran charging baru dimulai pukul 16.00, berarti ujicoba kedua ini baru bisa dilakukan paling cepat pukul 19.00. Hari sudah malam. Tapi kami mensyukurinya. Sekalian bisa diuji apakah lampunya berfungsi. Ternyata tidak masalah.
Masalah baru justru ketika menapaki tanjakan terjal yang ternyata gagal. Dasep Ahmadi yang berada di sebelah saya langsung mengambil kesimpulan: pengaturan gear-nya kurang tepat. RPM-nya terlalu besar. Ibarat mobil biasa yang menanjak dengan gigi 5.
Persoalan tanjakan ini tentu lebih serius daripada persoalan mogok di hari pertama. Tapi saya yakin Dasep akan bisa mengatasinya. Lulusan Teknik Mesin ITB yang memperdalam ilmunya di Jerman dan Jepang ini sangat mampu di bidang ini.
Bukankah Dasep sudah mampu membuat, memproduksi, dan mengekspor mesin NCR? Mesin yang fungsinya untuk membuat mesin itu? Ini jauh lebih sulit daripada membuat mobnas listrik. Dia sudah terbukti bisa membuat ‘ibunya’ mesin. Tentu persoalan pindah gear bisa dia atasi.
Malam itu untuk mencapai puncak tanjakan terpaksa harus didorong. Setelah melewati tanjakan itu mobil meluncur kembali dengan gesitnya.
Apalagi ketika memasuki jalan tol Jagorawi. Sangat mulus dan cepat. Satu-satunya ‘hantu’ di otak adalah bayangan kehabisan setrum. Karena itu teman-teman Jasa Marga menyiapkan fasilitas charging di pintu-pintu tol.
Ternyata hantunya tidak muncul. Staf Jasa Marga yang sudah terlanjur siap di pintu tol tidak perlu turun tangan. Mereka melambai-lambaikan tangan saat mobnal listrik hijau ngejreng ini melewati pintu tol tanpa persoalan.
Di jalan tol inilah kesempatan uji kecepatan dilakukan: 60, 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Stabil dan cepat. ♫♫♫... alangkah senang hatiku, hidup bersama denganmu ... ♫♫♫. Baru di dekat Taman Mini Indonesia Indah kecepatan harus diturunkan: hujan turun meski tidak deras. Wah, sekalian dapat ‘bonus’ bisa ujicoba kestabilan dan penyapu kaca. Nema problema!
Bahkan saat melewati Cawang Jakarta yang agak menanjak itu, mobil meluncur dengan kecapatan 60 km/jam. Di sepanjang tol kawasan Gatot Subroto juga sing-sing-so. Maka kami tiba di Pacific Place denganhoreee...! Saya berhenti sejenak di sini karena harus memenuhi undangan mantan Menteri BUMN Tanri Abeng. Setelah itu kami memacu lagi mobnas listrik ini ke acara yang lain di Wisma Antara di dekat Monas itu.
Menjelang tengah malam mobil saya bawa pulang. Sekalian sudah saatnya di-charge lagi. Saya menggunakan colokan listrik Pacific Place karena rumah saya dekat-dekat situ. Besok paginya akan saya gunakan ke Monas: olah raga di sana.
Tentu saya masih penasaran pada kegagalan melewati tanjakan malam itu. Di hari ketiga ini saya coba menaiki tanjakan di halaman gedung Kementerian BUMN yang juga terjal. Ternyata sama sekali tidak masalah. Saya muter sekali lagi untuk mengulanginya. Juga tidak masalah. Saya ulangi untuk yang ketiga kalinya: juga laa musykilah! Kabar baik ini segera saya sampaikan ke Dasep Ahmadi. Untuk tambahan bahan analisis.
Siangnya ujicoba dilanjutkan menuju Bandara Soekarno-Hatta. Saya memang harus ke Solo-Magetan-Yogya. Menjelang Semanggi timbullah was-was: bagaimana kalau tidak kuat menanjaki jembatan Semanggi yang selalu macet itu? Kalau sampai mogok alangkah macetnya!
Tapi tidak boleh mundur. Tidak boleh ragu-ragu. La tahzan! Hanya saja saya siapkan juga langkah darurat: mobil khusus mengikutinya dari belakang. Kalau tidak kuat menanjak dorong saja dengan mobil itu. Paling rusak sedikit. Ternyata mobnas listrik ini bisa merambati tanjakan itu dengan mulus. Segera pula kami kabarkan ke Dasep Ahmadi.
Lolos tanjakan Semanggi, tentu tidak ada lagi tantangan berikutnya. Rasanya tidak akan ada faktor yang menyebabkan saya ketinggalan pesawat. Bahkan di tol menuju bandara ini saya sempat memacu 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Terlihat beberapa mobil mengejar kami, membuka kaca dan melambaikan tangan mereka.
Praktis, ujicoba di hari ketiga ini tidak mendapatkan pelajaran baru: semuanya lancar dan mulus.
Hari berikutnya, tidak banyak kesempatan ujicoba. Saya baru tiba dari Yogya tengah hari. Dari bandara langsung mengikuti sidang kabinet di Istana. Maka mobnas listrik Ahmadi saya minta menjemput di Istana Merdeka. Usai sidang kabinet, saya meninggalkan Istana dengan mengendarai mobnas listrik ini.
Dalam hati saya berjanji untuk tidak mengecewakan Istana. Saya bangga dengan dukungan yang begitu kuat dari Bapak Presiden SBY untuk kelahiran mobil listrik ini. Saya juga bertekad untuk tidak mengecewakan para rektor yang telah membeberkan hasil riset mereka yang mendalam mengenai mobil listrik ini.
Sepanjang perjalanan pulang dari Istana saya banyak tersenyum. Di samping karena mobnas listrik sudah masuk Istana, dalam sidang kabinet sore itu Presiden SBY juga menggunakan bahasa terang: seluruh menteri dan anak buahnya, termasuk seluruh jajaran BUMN, tidak boleh main kongkalingkong dengan DPR dalam soal anggaran negara!
Saya akan kian tegas menerapkan penegasan Presiden SBY ini ke dalam jajaran BUMN!
Hari kelima, ujicoba dimulai puku 05.00: menuju Monas. Setelah berolahraga, saya mencoba lagi tanjakan di halaman Kementerian BUMN beberapa kali. Tidak ada masalah. Lantas saya bawa mobnas listrik ini ke PLN Pusat. dan saya tinggal di situ. Begitu banyak teman PLN yang mencobanya: Dirut Nur Pamudji, Direktur Murtaqi Syamsudin, Direktur Harry Jaya Pahlawan, dan seterusnya.
Selama lima hari ujicoba, rasanya persoalan tanjakanlah yang terberat. Kalau persoalan ini terpecahkan, kita benar-benar menaruh harapan akan proyek ini.
Benar kesimpulan penelitian UI, UGM, ITB, ITS, dan UNS yang disampaikan di sidang kabinet di Yogyakarta dua bulan lalu: sudah saatnya mobil listrik harus diproduksi. Sekarang juga.
Setelah lima hari ujicoba itu saya selalu membayangkan: alangkah sehatnya hidup ini kalau tidak harus menghirup asap knalpot yang begitu tebal setiap hari. Alangkah leganya nafas kita kalau semua kendaraan beralih ke listrik. Langit Jakarta akan cerah kembali. Paru-paru akan bernafas lega.
Dan, tidak akan ada lagi demo BBM yang begitu masif dan begitu ributnya!
Bus listrik LIPI sudah lahir dengan sempurna. Saya sudah mencobanya dengan kesimpulan yang meyakinkan: sudah handal di tanjakan. Mobil listrik Ahmadi sudah lima hari diujicoba. Tiga minggu lagi, lahir pula tiga mobil listrik berikutnya.
Era mobil listrik Indonesia segera tiba!
*Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN
Maka untuk menambah kegembiraan itu, saya pun menjawab sekenanya: Mogoooooook! Hehehe!
Saat itu sebenarnya ujicoba belum dimulai. Jam-jam itu (Selasa, 17 Juli 2012) saya masih bersama wartawan di restoran di Depok, 2 km dari workshop milik Dasep Ahmadi. Ujicoba baru akan dimulai pukul 19.00. Memang, awalnya ujicoba dilakukan pukul 15.00. Yakni setelah saya kembali dari mengikuti Bapak Presiden SBY menghadiri HUT GP Ansor di Solo.
Begitu tiba di Depok, Jabar ternyata mobil belum siap. Belum mulai di-charge. Bahkan belum bisa di-charge. Masih ada persoalan yang belum terpecahkan: mengapa charging-nya tidak berfungsi. Beberapa teknisi (anak-anak lulusan SMK, D-3, dan Madrasah Aliyah) masih mencari-cari di mana kabel yang tidak nyambung. Dasep Ahmadi, pencipta mobnas listrik ini, terlihat batuk-batuk kecil. Wajahnya kusut dan rambutnya berantakan.
Kelihatan sekali Dasep kurang tidur. Sudah seminggu memang Dasep dan anak-buahnya begadang siang-malam.
Mereka terus mencari penyebab ‘mogoknya’ mobil listrik ini di ujicoba hari pertama. Sungguh penasaran: mengapa Mobnas Listrik Ahmadi ini tiba-tiba kehilangan power justru ketika perjalanan sejauh 50 km itu tinggal kurang 1 km lagi.
Memang perjalanan itu akhirnya tiba juga di pintu masuk gedung BPPT Jakarta tujuan akhir perjalanan. Namun 1 km terakhir itu (antara Bundaran Hotel Indonesia ke BPPT) dilakukan dengan sangat pelan dan beberapa kali terhenti.
Syukurlah, pengecekan satu per satu kabel yang banyak itu akhirnya menemukan penyakit yang dicari: ada sambungan kabel menuju accu yang ternyata tidak nyambung. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Tidak nyambungnya itu tidak gampang dilihat karena connecting-nya di dalam box kecil.
Pantas listrik untuk ujicoba hari pertama itu hanya cukup untuk dari Depok ke bundaran Hotel Indonesia. Pantas untuk bisa menyelesaikan sisa 1 km terakhir itu harus berhenti dulu beberapa saat. Ternyata charging malam menjelang ujicoba pertama itu tidak bekerja. Berarti uji coba hari pertama itu hanya menggunakan sisa setrum yang lama.
Tentu itu bukan masalah yang besar. Bahkan amat sepele. Begitu connector-nya diberesin, charging bisa dilakukan lagi. Jreng! Charging berjalan lancar. Aliran listrik masuk ke dalam accu dengan derasnya.
Sambil menunggu pengisian listrik itulah kami menuju restoran dengan perasaan lega. Bahwa di twitter sudah beredar mobnas mogok lagi, saya anggap sebagai lauk santap sore.
Lantaran charging baru dimulai pukul 16.00, berarti ujicoba kedua ini baru bisa dilakukan paling cepat pukul 19.00. Hari sudah malam. Tapi kami mensyukurinya. Sekalian bisa diuji apakah lampunya berfungsi. Ternyata tidak masalah.
Masalah baru justru ketika menapaki tanjakan terjal yang ternyata gagal. Dasep Ahmadi yang berada di sebelah saya langsung mengambil kesimpulan: pengaturan gear-nya kurang tepat. RPM-nya terlalu besar. Ibarat mobil biasa yang menanjak dengan gigi 5.
Persoalan tanjakan ini tentu lebih serius daripada persoalan mogok di hari pertama. Tapi saya yakin Dasep akan bisa mengatasinya. Lulusan Teknik Mesin ITB yang memperdalam ilmunya di Jerman dan Jepang ini sangat mampu di bidang ini.
Bukankah Dasep sudah mampu membuat, memproduksi, dan mengekspor mesin NCR? Mesin yang fungsinya untuk membuat mesin itu? Ini jauh lebih sulit daripada membuat mobnas listrik. Dia sudah terbukti bisa membuat ‘ibunya’ mesin. Tentu persoalan pindah gear bisa dia atasi.
Malam itu untuk mencapai puncak tanjakan terpaksa harus didorong. Setelah melewati tanjakan itu mobil meluncur kembali dengan gesitnya.
Apalagi ketika memasuki jalan tol Jagorawi. Sangat mulus dan cepat. Satu-satunya ‘hantu’ di otak adalah bayangan kehabisan setrum. Karena itu teman-teman Jasa Marga menyiapkan fasilitas charging di pintu-pintu tol.
Ternyata hantunya tidak muncul. Staf Jasa Marga yang sudah terlanjur siap di pintu tol tidak perlu turun tangan. Mereka melambai-lambaikan tangan saat mobnal listrik hijau ngejreng ini melewati pintu tol tanpa persoalan.
Di jalan tol inilah kesempatan uji kecepatan dilakukan: 60, 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Stabil dan cepat. ♫♫♫... alangkah senang hatiku, hidup bersama denganmu ... ♫♫♫. Baru di dekat Taman Mini Indonesia Indah kecepatan harus diturunkan: hujan turun meski tidak deras. Wah, sekalian dapat ‘bonus’ bisa ujicoba kestabilan dan penyapu kaca. Nema problema!
Bahkan saat melewati Cawang Jakarta yang agak menanjak itu, mobil meluncur dengan kecapatan 60 km/jam. Di sepanjang tol kawasan Gatot Subroto juga sing-sing-so. Maka kami tiba di Pacific Place denganhoreee...! Saya berhenti sejenak di sini karena harus memenuhi undangan mantan Menteri BUMN Tanri Abeng. Setelah itu kami memacu lagi mobnas listrik ini ke acara yang lain di Wisma Antara di dekat Monas itu.
Menjelang tengah malam mobil saya bawa pulang. Sekalian sudah saatnya di-charge lagi. Saya menggunakan colokan listrik Pacific Place karena rumah saya dekat-dekat situ. Besok paginya akan saya gunakan ke Monas: olah raga di sana.
Tentu saya masih penasaran pada kegagalan melewati tanjakan malam itu. Di hari ketiga ini saya coba menaiki tanjakan di halaman gedung Kementerian BUMN yang juga terjal. Ternyata sama sekali tidak masalah. Saya muter sekali lagi untuk mengulanginya. Juga tidak masalah. Saya ulangi untuk yang ketiga kalinya: juga laa musykilah! Kabar baik ini segera saya sampaikan ke Dasep Ahmadi. Untuk tambahan bahan analisis.
Siangnya ujicoba dilanjutkan menuju Bandara Soekarno-Hatta. Saya memang harus ke Solo-Magetan-Yogya. Menjelang Semanggi timbullah was-was: bagaimana kalau tidak kuat menanjaki jembatan Semanggi yang selalu macet itu? Kalau sampai mogok alangkah macetnya!
Tapi tidak boleh mundur. Tidak boleh ragu-ragu. La tahzan! Hanya saja saya siapkan juga langkah darurat: mobil khusus mengikutinya dari belakang. Kalau tidak kuat menanjak dorong saja dengan mobil itu. Paling rusak sedikit. Ternyata mobnas listrik ini bisa merambati tanjakan itu dengan mulus. Segera pula kami kabarkan ke Dasep Ahmadi.
Lolos tanjakan Semanggi, tentu tidak ada lagi tantangan berikutnya. Rasanya tidak akan ada faktor yang menyebabkan saya ketinggalan pesawat. Bahkan di tol menuju bandara ini saya sempat memacu 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Terlihat beberapa mobil mengejar kami, membuka kaca dan melambaikan tangan mereka.
Praktis, ujicoba di hari ketiga ini tidak mendapatkan pelajaran baru: semuanya lancar dan mulus.
Hari berikutnya, tidak banyak kesempatan ujicoba. Saya baru tiba dari Yogya tengah hari. Dari bandara langsung mengikuti sidang kabinet di Istana. Maka mobnas listrik Ahmadi saya minta menjemput di Istana Merdeka. Usai sidang kabinet, saya meninggalkan Istana dengan mengendarai mobnas listrik ini.
Dalam hati saya berjanji untuk tidak mengecewakan Istana. Saya bangga dengan dukungan yang begitu kuat dari Bapak Presiden SBY untuk kelahiran mobil listrik ini. Saya juga bertekad untuk tidak mengecewakan para rektor yang telah membeberkan hasil riset mereka yang mendalam mengenai mobil listrik ini.
Sepanjang perjalanan pulang dari Istana saya banyak tersenyum. Di samping karena mobnas listrik sudah masuk Istana, dalam sidang kabinet sore itu Presiden SBY juga menggunakan bahasa terang: seluruh menteri dan anak buahnya, termasuk seluruh jajaran BUMN, tidak boleh main kongkalingkong dengan DPR dalam soal anggaran negara!
Saya akan kian tegas menerapkan penegasan Presiden SBY ini ke dalam jajaran BUMN!
Hari kelima, ujicoba dimulai puku 05.00: menuju Monas. Setelah berolahraga, saya mencoba lagi tanjakan di halaman Kementerian BUMN beberapa kali. Tidak ada masalah. Lantas saya bawa mobnas listrik ini ke PLN Pusat. dan saya tinggal di situ. Begitu banyak teman PLN yang mencobanya: Dirut Nur Pamudji, Direktur Murtaqi Syamsudin, Direktur Harry Jaya Pahlawan, dan seterusnya.
Selama lima hari ujicoba, rasanya persoalan tanjakanlah yang terberat. Kalau persoalan ini terpecahkan, kita benar-benar menaruh harapan akan proyek ini.
Benar kesimpulan penelitian UI, UGM, ITB, ITS, dan UNS yang disampaikan di sidang kabinet di Yogyakarta dua bulan lalu: sudah saatnya mobil listrik harus diproduksi. Sekarang juga.
Setelah lima hari ujicoba itu saya selalu membayangkan: alangkah sehatnya hidup ini kalau tidak harus menghirup asap knalpot yang begitu tebal setiap hari. Alangkah leganya nafas kita kalau semua kendaraan beralih ke listrik. Langit Jakarta akan cerah kembali. Paru-paru akan bernafas lega.
Dan, tidak akan ada lagi demo BBM yang begitu masif dan begitu ributnya!
Bus listrik LIPI sudah lahir dengan sempurna. Saya sudah mencobanya dengan kesimpulan yang meyakinkan: sudah handal di tanjakan. Mobil listrik Ahmadi sudah lima hari diujicoba. Tiga minggu lagi, lahir pula tiga mobil listrik berikutnya.
Era mobil listrik Indonesia segera tiba!
*Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/322922/mogok-di-hari-pertama-100-kmjam-hari-hari-berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar